bramchandra

DIFTERI

1. Gambaran Umum

Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak anak. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi.

Difteri adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae (C. diphtheriae). Penyakit ini menyerang bagian atas mukosa saluran pernafasan dan kulit yang terluka. Tanda-tanda yang dapat dirasakan ialah sakit tekak dan demam secara tiba-tiba disertai tumbuhnya membran kelabu yang menutupi tonsil serta bagian saluran pernafasan.

2. Penyebab

Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, suatu bakteri gram positif yang berbentuk polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Difteria disebarkan daripada kulit, saluran pernafasan dan sentuhan dengan pesakit difteria itu sendiri.

Pembawa kuman ini adalah manusia sendiri dan amat sensitif pada faktor-faktor alam sekitar seperti kekeringan, kepanasan dan sinar matahari. Difteri disebarkan dari kulit, saluran pernafasan dan sentuhan dengan penderita difteri itu sendiri. Tingkat kematian akibat difteri paling tinggi di kalangan bayi dan orang tua dan kematian biasanya terjadi dalam masa tiga hingga empat hari.

3. Gejala

Gejala utama dari penyakit difteri yaitu adanya bentukan pseudomembran yang merupakan hasil kerja dari kuman ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan. Disamping menghasilkan pseudomembran, kuman ini juga menghasilkan sebuah racun yang disebut eksotoxin yang sangat berbahaya karena menyerang otot jantung, ginjal dan jaringan syaraf. Tanda-tanda yang dapat dirasakan ialah sakit tekak dan demam secara tiba-tiba disertai tumbuhan membran kelabu melitupi tonsil serta bahagian saluran pernafasan.

4. Gambaran klinis

Serangan berbahaya pada periode inkubasi 1 sampai dengan 5 hari, jarang ditemui lebih lama. Dapat menyebabkan infeksi nasopharynx yang menyebabkan kesulitan bernapas dan kematian. Penyebab utamanya adalah radang pada membran saluran pernapasan bagian atas, biasanya pharynx tetapi kadang2 posterior nasal passages, larynx dan trakea, ditambah kerusakan menyeluruh ke seluruh organ termasuk myocardium, sistem saraf, ginjal yang disebabkan exotosin (Plotkins) organisme. Ketika difteri menyerang tenggorokan dan tonsil, gejala awalnya adalah radang tenggorokan, kehilangan nafsu makan, dan demam. Dalam waktu 2-3 hari, lapisan putih atau aba-abu ditemukan di tenggorokan atau tonsil. Lapisan ini menempel pada langit-langit dari tenggorokan dan dapat berdarah. Jika terdapat pendarahan, lapisan berubah menjai aba-abu kehijauan atau hitam. Penderita difteri biasanya tidak demam panas tapi dapat sakit leher dan sesak napas.

5. Klasifikasi

Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :

J Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.

J Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.

J Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).

Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :

J Difteri hidung bila penderita menderita pilek dengan ingus yang bercampur darah.

J Difteri faring dan tonsil dengan gejala radang akut tenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat, tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher. Pada difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan kotor di daerah rongga mulut sampai dengan dinding belakang mulut (faring).

J Difteri laring dengan gejala tidak bisa bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas.

J Difteri kutaneus dan vaginal dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membran diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi cenderung tidak terasa apa apa.

6. komplikasi

Komplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung, yang bisa berlanjut menjadi gagal jantung. Kerusakan sistem saraf berupa kelumpuhan saraf penyebab gerakan tak terkoordinasi. Kerusakan saraf bahkan bisa berakibat kelumpuhan, dan kerusakan ginjal.

7. pengobatan dan perawatan

Perawatan bagi penyakit ini termasuk antitoksin difteria yang melemahkan toksin dan antibiotik. Erythromycin dan penisilin membantu menghapuskan bakteria dan menghentikan pengeluaran toksin. Umumnya difteria boleh dicegah melalui vaksinasi. Bayi, kanak-kanak, remaja, dan orang dewasa yang tidak mempunyai cukup pelalian memerlukan suntikan booster setiap 10 tahun.

Penderita difteri sebaiknya dirawat di rumah sakit, di unit perawatan intensif. Ia akan diberi suntikan antitoksin dan mendapatkan pemantauan ketat terhadap sistem pernafasan dan jantung. Untuk melenyapkan bakteri diberikan antibiotik. Pemulihan difteri yang berat akan berlangsung perlahan. Biasanya anak tidak boleh terlalu banyak bergerak, karena kelelahan bisa melukai jantung yang meradang.

PERTUSIS

A. Pengertian

Pertusis disebut juga batuk rejan (whooping cough) atau batuk seratus hari. Penyakit ini menular akut yang menyerang saluran pernapasan. Penyebabnya adalah kuman Bordetella (Haemophilus) pertussis.Penularannya terjadi melalui udara. Penderita yang terserang pertusis mengalami batuk yang khas dengan suara melengking. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak berusia di bawah lima tahun.

Difteri adalah radang tenggorokan yang dapat menyebabkan kerusakan jantung dan tenggorokan tersumbat. Pertusis ialah penyakit radang pernafasan (paru) yang disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari. Diebuat batuk 100 hari karena lama sakitnya dapat mencapai 3 bulan lebih (100 hari).gejala penyakit ini sangat khas, batuk yang bertahap, panjang dan lama disertai bunyi “whoop” dan diakhiri dengan muntah. Tetanus adalah penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut terkancing tidak bias dibuka.Pertusis diderita oleh orang dari semua golongan usia, tetapi mungkin parahsekali bagi bayi. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Suntikan booster diperlukan untuk anak yang berusia 4 tahun dan anak remaja, dan juga orang dewasa yang tinggal atau bekerja bersama anak kecil. Perawatan membantu mengawal penularan.

B. Penyebab ( etiologi )

Dalam perjalanannya, pertusis meliputi beberapa stadium, yaitu kataralis yang ditandai timbulnya batuk ringan, terutama pada malam hari, disertai demam dan pilek ringan. Stadium ini berlansung satu sampai dua minggu. Stadium kedua adalah spasmodik yang berlangsung dua sampai empat minggu. Gejalanya, batuk lebih sering, penderita berkeringat, dan pembuluh darah di muka-leher melebar. Serangan batuknya panjang, melengking, dan terus menerus sehingga penderita sulit bernapas dan disertai muntah. Kuku dan bibir penderita menjadi kebiruan karena darah kekurangan oksigen. Di luar serangan, penderita tampak sehat.
Pada stadium selanjutnya, yaitu konvalesensi, terjadi selama dua minggu. Gejalanya, penderita mereda batuknya dan berangsur-angsur mulai bertambah nafsu makannya.

Masa Inkubasi

Waktu terekspos sampai nampak tanda penyakit 3 sampai 12 hari.

Gejala

Biasanya dimulai dengan gejala ISPA ringan seperti batuk, bersin dan cairan hidung keluar terus menerus (pada stadium catarrhal) kemudian sesudah 1 minggu sampai 2 minggu dilanjutkan dengan batuk yg terus menerus namun diikuti masa dimana ada jeda batuk (stadium paroxysmal). Batuk ini mungkin dapat diikuti dengan adanya muntah, hal ini disebabkan rasa mual yg diderita, dan pada anak kecil dimana reflek fisiologis yg belum terbentuk secara sempurna maka akan menimbulkan muntah, hal ini tidak jarang membawa ke arah malnutrisi. Batuk ini dapat di picu oleh menguap, tertawa atau berteriak, dan akan berkurang sesudah 1 sampai 2 bulan. Komplikasi yg dapat mengikuti keadaan ini adalah pneumonia, encephalitis, hipertensi pada paru, dan infeksi bakterial yg mengikuti.

Tanda- tanda lain :

• Biasanya pertusis mulai seperti pilek saja – dengan ingus, kecapaian dan

adakalanya demam ringan.

• Kemudian timbulnya batuk, biasanya bertubi-buti, diikuti dengan rejan.

Adakalanya orang muntah setelah batuk.

• Pertusis mungkin parah sekali bagi anak kecil, yang mungkin membiru atau

berhenti bernapas sewaktu batuk dan mungkin harus dibawa ke rumah sakit.

• Anak yang lebih besar dan orang dewasa mungkin mengalami penyakit yang

lebih ringan dengan batuk yang berkelanjutan selama berminggu-minggu,

tanpa memperhatikan perawatan.

Penularan

Pertusis menular melalui droplet batuk dari pasien yg terkena penyakit ini dan kemudian terhirup oleh orang sehat yg tidak mempunyai kekebalan tubuh, antibiotik dapat diberikan untuk mengurangi terjadinya infeksi bakterial yg mengikuti dan mengurangi kemungkinan memberatnya penyakit ini (sampai pada stadium catarrhal) sesudah stadium catarrhal antibiotik tetap diberikan untuk mengurangi penyebaran penyakit ini, antibiotik juga diberikan pada orang yg kontak dengan penderita, diharapkan dengan pemberian seperti ini akan mengurangi terjadinya penularan pada orang sehat tersebut.

Pengobatan

Jika penyakitnya berat, penderita biasanya dirawat di rumah sakit. Mereka ditempatkan di dalam kamar yang tenang dan tidak terlalu terang. Keributan bisa merangsang serangan batuk. Bisa dilakukan pengisapan lendir dari tenggorokan. Pada kasus yang berat, oksigen diberikan langsung ke paru-paru melalui selang yang dimasukkan ke trakea. Untuk menggantikan cairan yang hilang karena muntah dan karena bayi biasanya tidak dapat makan akibat batuk, maka diberikan cairan melalui infus. Gizi yang baik sangat penting, dan sebaiknya makanan diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Untuk membasmi bakteri, biasanya diberikan antibiotik eritromycin.

Prognosis

Sebagian besar penderita mengalami pemulihan total, meskipun berlangsung lambat. Sekitar 1-2% anak yang berusia dibawah 1 tahun meninggal. Kematian terjadi karena berkurangnya oksigen ke otak (ensefalopati anoksia) dan bronkopneumonia.

Pencegahan

Imunisasi pada usia 2, 4, 6, dan 18 bulan dan 4-6 tahun. Diharapkan kemugkinan terkenanya pertusis akan makin rendah dengan diberikan nya imunisasi, dan gejala penyakit pun tidak akan seberat kalau tanpa diberikannya imunisasi.

Pengobatan pertusis ditujukan pada kuman penyebabnya dengan pemberian antibiotika yang sesuai, seperti eritromisin. Selain itu, diperlukan pula obat batuk dan obat untuk menenangkan penderita.

Pertusis dapat dicegah dengan imunisasi DPT, yaitu Difteri-Pertusis-Tetanus. Imunisasi ini diberikan tiga kali berturut-turut pada bayi usia tiga, empat, lima bulan. Pelayanan imunisasi ini tersedia di setiap tempat praktik dokter anak, rumah sakit, rumah bersalin, puskesmas, balai kesehatan ibu dan anak, serta posyandu.

Imunisasi DPT

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus.

Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.

Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak.

Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang

Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun.

Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha.

Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun).

Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.

Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).

Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.

DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:


- demam tinggi (lebih dari 40,5° Celsius)

- kejang

- kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)

- syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).

Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat.

Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.

1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan.
Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen).
Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.
Imunisasi DT

Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus.

Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus.

Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT.
Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam tinggi.
Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari.

1 Response
  1. SANGAT BERMANFAAT UNTUK ORANG YANG MENGALAMI OBESITAS MEJA MAKAN CAFE


Posting Komentar